SEKILAS TENTANG RIWAYAT HIDUPKU

SEKILAS TENTANG RIWAYAT HIDUPKU

Size
Price:

Read more »

 
 
Assalamua’alakum warahmatullahi wabarakatuh..        
         Menerawang dalam pikiran-pikiran imaji terluas, menembus batas masa lalu yang berputar mengelilingi ujung ubun-ubun. Perlahan tapi pasti, ku mulai mengingat hampir seperempat masa kecil di desa penghunianku. Kala itu merupakan masa dimana aku menjadi lelaki paling bungsu setelah kakak dan abang aku, sungguh beruntung terlahir dari rahim ibu, dan sungguh beruntung menjadi anak lelaki terakhir yang selalu dalam pangkuan lembut sang ibu. Beban kasih sayang kini tertumpuh padaku, perawatan, penjagaan, serta penghidupan kini berkosentrasi pada sosok bayi mungil yang baru terlahir pada tanggal 11 Desember 1992 pukul 00.00 Jum’at Kliwon yang menjadi awal pertarungan untuk menghadapi kehidupan dimasa depan. 
 
        Saat itu yang menangani persalinan ibu adalah seorang dukun beranak yang telah memiliki jam terbang cukup luas, menjadi sosok paling di hormati dalam urusan melahirkan. Pengambilan nama ini pun berdasarkan kehendak dukun tersebut, tanpa ada ide yang tersimpul dari benak ayah dan ibu, masa itu dunia ferfiliman Indonesia telah di hebohkan oleh film yang berjudul “ Dendam Nyi Pelet” tentu film tersebut menjadi primadona masyarakat di desaku. Masyarakat tentu saja belumlah mempunyai layar televisi yang menghiasi setiap ruang-ruang tamu, ada si! Tetapi hanya orang-orang tertentu saja yang memilikinya, televisi di tahun 90-an bukanlah televisi berwarna yang terang benderang seperti saat ini, layar hitam putih yang tertampil sudah menjadi teknologi terheboh di masa itu. 
 
       Masyarakat desa Parbutaran di kawasan Kabupaten Simalungun yang menjadi tempat tinggal baruku setelah 9 bulan lamanya berada di rahim sang ibu, konon masyarakat di desaku selalu berbondong-bondong menghabiskan suasa malam demi menonton film termutahir tersebut, jarak yang harus mereka tempuh bukan main berkilo-kilo jauhnya pun mereka jejaki demi menuju salah satu rumah pemilik televisi termewah di kala itu. Ntah bagaimana alur serta jalan cerita film tersebut aku tak begitu paham, hanya saja satu yang tersimpulkan dalam benakku, film tersebut mempunyai sosok pemain yang bernama Restu Singgih, berperan sebagai sosok yang meramaikan film legenda di pulau Jawa tersebut. Ya… demikian si awal mula pemberian nama dari sang dukun, hanya berdasarkan salah satu tokoh pemeran dalam film “Dendam Nyi Pelet” pengambilan nama Restu Syahputra pun terlahir, cukup kreatif!.
 
        Suasana senja perlahan menampakan sinar sang surya, menghapus sisah-sisah jejak kehidupan sebelumnya, embun basah di rerumputan pun perlahan terserap habis. Bayang-bayang sinar mewah itu terlihat jelas dibalik pepohan nan rimbun, sinar cahaya menciptakan gairah aktivitas setiap makhluk-Nya, dilengkapi kicaun burung yang turut ambil bagian, suasana pagi di desaku masih layak menjadi fotret kehidupan yang bebas dari pencemaran efek dari karbondioksida. Beer..beer…beer.. suara motor ayah terdengar jelas dibalik dinding kayu kamarku petanda ayah ingin mengantarkanku bersekolah. Diusia enam tahun aku disekolahkan di satu-satunya SD yang berstatus negeri di desaku Parbutaran, tempatku menimba ilmu dan mulai mengenal angka dan huruf. Dengan posisi duduk di depan, kini motor yang di kendarain ayah mulai melaju menuju tempat sekolahku, perasaan riang dimasa kanak-kanak cukup lepas tanpa beban. 
 
         Enam tahun menimba ilmu di SD Inpres Parbutaran, tiga tahun di SMP N 1 Bosar Maligas, dan tiga tahun di SMA N 1 Perdagangan tidak menghasilkan prestasi yang membanggakan, nilai yang aku peroleh pun tergolong biasa-biasa saja cukup angka 6 yang menjadi nilai rata-rata di raportku. Ayah dan ibu tak pernah marah dengan prestasi yang diperoleh anak bungsunya ini, hanya saja aku merasa malu kepada kakak dan abang yang selalu menuai prestasi juara di sekolahnya. Akhirnya masa-masa remaja telah usai, penemuan jati diri yang tersirat disaat SMA mulai menjadi kenangan di masa lampau, yang sudah tentu menjadi bahan kisah terindah untuk anak cucu di masa mendatang.
 
        Pergulatan untuk bisa menginjak di bumi universitas ini tidaklah mudah, melalui bermacam pertimbangan yang membingungkan. Selain memang tidak ada niatan dari hati untuk melanjutkan pendidikan barang kali faktor ekonomi keluarga kami juga menjadi penghambat untuk sekiranya bisa berkuliah. Hanya sebuah tuntunan yang mengarahkan kaki untuk berjalan dan mengenal bumi Universitas ini, tanpa tergambar sebelumnya apakah yang harus aku lakukan setelah berstatus Mahasiswa, bahkan jurusan apa yang aku ambil nantinya tak tahu pasti. Bagai seperti makhluk asing berada disini, tersimpul dengan singkat oleh pikiran untuk memilih Ilmu Komunikasi sebagai batu loncatan dimasa depan. Program studi Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial Politik tersebut memberikanku kesempatan untuk menimba ilmu, tepatnya pada tahun ajaran 2011-2012  menjadikanku seorang Mahasiswa yang nantinya akan mengenakan toga hitam lengkap dengan embel-embel nama Restu Saputra S.sos, Insyallah.
 
       Merantau di Kota orang telah membuatku hidup dalam kemandirian, hidup sederhana yang telah diajarkan oleh ayah dan ibu sejak kecil menjadikan aku tetap selalu bersyukur akan segala nikmat-Nya. Bisa merasakan bangku kuliahan merupakan prestasti tertinggiku di dunia pendidikan, serta bersyukur juga dapat tinggal bersama keluarga kecil abangda Pujianto S.pd selaku abang kandungku satu-satunya. Tinggal bersama mereka keluarga yang telah dikaruniai bocah kecil itu membuat kesenangan tersendiri dihati ini, rumah yang beralamatkan di  Medan Helvetia pasar 8, gang Nusa Indah tersebut menjadi alamat sementara aku tinggal, walau hanya rumah kontrakan terasa cukup mewah untuk kesederhaan yang aku punya.
 
       Aktivitas yang menjadi kesibukanku saat ini ialah berkuliah riya di bumi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Selain itu kegiatan lain yang aku lakonin ialah pengemban amanah dakwah di salah satu organisai eskternal kampus, lebih tepatnya kader yang baru belajar dan mengenal dunia aktivis kemahasiswaan. Terkadang terpikir olehku apakah aku pantas menjalanin amanah dakwah ini, toh diri saya sendiri saja masih perlu didakwai. Tekad untuk terus berusaha tentu harus diperjuangkan, selaku pemilik intelektual tertinggi di dunia pendidikan tentu bukan hanya sekedar menerima gelar sarjana saja. Peranan sebagai agent of change sepertinya menjadi kata yang relevan di setiap zamannya.
Walahua’alam bishawab.. Wassallamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh..
 
Riwayat yang ditulis tahun 2013

0 Reviews

Contact form

Nama

Email *

Pesan *